PENGARUH RANGSANGAN HORMON AROMATASE INHIBITOR DAN OODTERHADAP PERUBAHAN KELAMIN DAN PERKEMBANGAN GONAD IKAN KERAPU SUNU, (Plectropomus leopardus)

PENGARUH RANGSANGAN HORMON AROMATASE INHIBITOR DAN OODTERHADAP PERUBAHAN KELAMIN DAN PERKEMBANGAN GONAD IKAN KERAPU SUNU, (Plectropomus leopardus)

 

PENDAHULUAN

Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang sangat potensial  untuk dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2013 ekspor ikan kerapu dalam keadaan hidup mencapai 2.552 ton dengan nilai USD 19,8 juta. Pangsa pasar utama ekspor ikan kerapu 90% dikirim ke Hongkong, sisanya ke Cina, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, Filipina, USA, Australia, Singapura, Malaysia, dan Perancis. Ikan kerapu sunu merupakan salah satu di antara jenis ikan kerapu yang cukup diminati dengan ciri khas berwarna merah. Ikan ini tersebar dari perairan Australia sampai kepulauan Jepang, dan Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi alami yg tinggi (Haemstra & Randall, 1993). Laju eksploitasi ikan kerapu sunu pada kawasan tertentu di Indonesia, seperti perairan Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, sudah di atas ambang batas lestari, dengan laju eksploitasi di atas 70% (Landu et al., 2013). Seperti halnya vertebrata lain, aktivitas reproduksi dan perubahan kelamin ikan diatur oleh aktivitas hormonal. Rangkaian stimulasi hormon diawali dengan pelepasan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang dihasilkan hypothalamus, yang merangsang sekresi dua jenis pituitary gonadotropins (GTHs), yaitu folliclestimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). FSH dan LH Bekerja pada gonad untuk menghasilkan steroid seks yang mengatur perkembangan gonad. Selama proses perkembangan gonad, FSH disinyalir berperan untuk mengatur fase awal gametogenesis, seperti vite l l ogenesis pada betina dan spermatogenesis pada jantan, dan LH pada fase berikutnya dari gameto-genesis, seperti pematangan oocyte dan ovulasi pada betina dan spermiasi dan produksi semen pada jantan (Devlin et al., 2002; Hayakawa et al., 2008). Oodev merupakan kombinasi PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin) dan anti dopamin. PMSG atau eCG (Equine Chorionic Gonadotropin) merupakan glikoprotein yang memiliki fungsi aksi biologis seperti LH dan FSH, namun dengan fungsi sebagai FSH yang lebih dominan (Hafez et al., 2000). Dopamin merupakan neurotransmitter yang mempunyai peranan penting dalam regulasi reproduksi pada vertebrata, terutama sebagai sinyal penghentian gonadotropin di tingkat hipofisis dan pelemahan aksi GnRH terhadap gonadotropin. Dopamin dapat dihambat menggunakan anti dopamin, sehingga diharapkan sekresi gonadotropin akan meningkat (Popesku et al., 2010). Bertanggung jawab untuk mengonversi androgen menjadi estrogen yang merupakan modulator penting konsentrasi estradiol. Estradiol sangat penting dalam regulasi semua proses yang berkaitan dengan diferensiasi dan perkembangan ovarium (Reading & Sullivan, 2011). Penghambatan terhadap aktivitas aromatase dapat dilakukan dengan pemberian senyawa aromatase inhibitor (Ankley et al., 2002). Penggunaan aromatase inhi bitor ( AI) pada ikan hermaprodit protogini seperti ikan kerapu Epinephelus merra, menunjukkan perkembangan betina menjadi jantan f ungsional. Induksi dengan aromatase inhibitor diharapkan dapat mempercepat perubahan gonad ikan kerapu sunu dari betina menjadi jantan, sedangkan penggunaan oodev dapat mempercepat kematangan gonad. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis hormon aromatase inhibitor dan oodev yang tepat untuk memacu perubahan kelamin dan perkembangan gonad ikan kerapu sunu.

 

BAHAN DAN METODE

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk ikan kerapu sunu Plectropomus leopardus F-1 yang belum pernah matang gonad, yang sebelumnya dipelihara di karamba jaring apung (KJA). Bobot ratarata dari Calon induk kerapu sunu yang digunakan adalah 2,3 ± 0,28 kg sebanyak 35 ekor. Ikan uji dipelihara dalam tiga bak pemeliharaan yang berukuran masingmasing 50 m dengan sistem air mengalir dengan pergantian air 300% per hari. Adaptasi terhadap perubahan lingkungan pemeliharaan dilakukan selama satu bulan sebelum perlakuan. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan ditambah vitamin mix dengan dosis 5 g/kg pakan, pakan diberikan satu kali sehari pada pagi hari secara ad libitum. Hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah aromatase inhibi tor imidazole (1,3-Diaza-2,4 Cyclopentadiene) Sigma Chemical Co dan oodev yang merupakan produk komersial yang mengandung kombinasi PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin), dan anti dopamin. Untuk membedakan ikan antar perlakuan digunakan radio tagging. Sampling awal dilakukan dengan mengambil sampel darah ikan kerapu sunu dan gonad. Sampling dilakukan setiap dua minggu setelah penyuntikan dan dilakukan pengamatan terhadap profil hormon dalam darah.

 

 

Analisis Hormon

Konsentrasi Testosteron dan Estradiol

Dalam penelitian ini parameter yang diukur dan dianalisis adalah konsentrasi testosteron dan estradiol dalam darah ikan kerapu sunu. Analisis kedua hormon tersebut dilakukan pada awal penelitian, minggu ke-2, 4, 6, dan minggu ke-8. Pengambilan darah sebanyak 1 mL tiap ekor calon induk kerapu sunu. Pada saat pengambilan darah, ikan dibius dengan 2-phenoxyethanol 50 mg/L melalui perendaman pada wadah styrofoam berukuran 1 m x 0,4 m x 0,4 m dengan volume air 10 L.

 

Profil Histologi Gonad

Pengamatan perkembangan gonad secara seluler, dilakukan melalui pemotongan jaringan (histologi) organ gonad pada awal dan akhir penelitian, sehingga dapat menentukan jenis kel amin dan tingkat kematangan ikan kerapu sunu. Pengamatan histologi gonad mengacu kepada Ferreira ( 1995)  dan Longenecker & Langston (2016).

 

Ekspresi Gen DMRT1 dan SOX3

Pengamatan proses dan perubahan yang berkaitan dengan reproduksi dan perubahan kelamin selama penelitian, dilakukan analisis terhadap ekspresi gen dengan menggunakan pengkode target gen spsesifik reproduksi. Gen pengkode untuk analisis ekspresi gen reproduksi meliputi DMRT1 yang merupakan gen pengkode yang berperan dalam proses pembentukan sperma dan SOX3 yang merupakan gen yang terkait dalam proses pembentukan sel telur. Tahapan analisis ekspresi gen terkait gen reproduksi sesuai Haryanti et al. (2014), target gen spesifik mengikuti Shin et al. (2009)

 

Analisis Data

Data pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi testosteron dan estradiol, profil perkembangan gonad (histologi) dan kecenderungan perubahan genital (seksual) pada ikan. Kerapu sunu melalui ekspresi gen yang terkait dengan reproduksi dari masing-masing perlakuan dilakukan secara deskriptif. Sementara, jumlah induk yang mengalami perubahan seksual dianalisis dengan chi square yaitu analisis uji beda nyata untuk data kualitatif dan jika hasil yang berbeda nyata (P<0,05), maka untuk menentukan perlakuan yang memberikan respons terbaik dilakukan pengujian odd ratio yaitu ukuran asosiasi peluang kejadian pada suatu percobaan yang dihitung berdasarkan perbandingan nilai terjadinya kejadian yang diharapkan dengan kejadian yang tidak diharapkan.

 

HASIL DAN BAHASAN

Konsentrasi Estradiol dan Testosteron

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol  (E) pada perlakuan AO1 (aromatase inhibitor 0,1 mg kg2 ikan + oodev 1 mL kg -1 ikan) dan AO2 (aromatase inhibitor 1 mg kg-1  ikan + oodev 1 mL kg-1 ikan) pada akhir penelitian tidak terdeteksi (sangat rendah), (aromatase inhibitor 1 mg kg-1  ikan) dan O (oodev 1 mL kg -1 ikan) yang sangat tinggi yaitu masing-masing 12,859 dan 9,037 ng/mL. Konsentrasi testosteron (T) menunjukkan bahwa perlakuan AO2 memberikan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding yang lain yakni 2,819 ng/mL. Konsentrasi E dan T, terjadi  penurunan konsentrasi E yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi T dalam plasma darah dapat menjadi indikator perubahan kelamin ikan kerapu sunu yang bersifat hermaprodit sekuensial protogini, yaitu perubahan terhadap fase jantan terjadi setelah melalui fase betina terlebih dahulu (Frisch, 2004). Terapi induksi hormonal yang dilakukan terhadap calon induk kerapu sunu memengaruhi konsentrasi hormon E2  maupun T. Perlakuan AO2 (aromatase inhibitor 1 mg kg-1 ikan + oodev 1 mL kg-1 ikan) memiliki potensi untuk perubahan kelamin dari betina ke jantan yang lebih cepat, karena dapat meningkatkan kadar hormon T sebesar 2,8 kali dibandingkan kontrol. Konsentrasi hormon T pada perlakuan AO2 tersebut adalah 2,82 ng/mL; dan juga menunjukkan kadar E2 yang sangat rendah. Pada perlakuan lain, konsentrasi T tidak lebih tinggi dibanding kontrol 0,994 ng/mL. Efek pemberian aromatase inhibitor pada perlakuan A (aromatase inhibitor 1 mg kg – 1­ ikan)  tidak menunjukkan respons terhadap penurunan E maupun peningkatan konsentrasi T, namun didapat setelah dikombinasikan dengan oodev yang memiliki fungsi biologis sebagai gonadotropin. Pemberian oodev tanpa AI pada perlakuan O (oodev 1 mL kg-1­ ikan) dapat meningkatkan konsentrasi E2 lebih tinggi yaitu 9,04 ng/mL dibanding kontrol 3,39 ng/mL. Pemberian oodev diharapkan dapat memacu perkembangan gonad baik jantan maupun betina karena merupakan gonadotropin exogenous dengan fungsi biologis sebagai FSH (fol- l i cl e- sti mul ating hormone)  yang dapat memacu perkembangan gonad jantan maupun betina (Hafez et al., 2000). Kombinasi AI dan oodev dengan dosis AI yang terlalu rendah (0,1 mg kg-1 ikan) juga kurang mampu memperkuat efek AI dalam meningkatkan konsentrasi T pada perlakuan AO1 (aromatase inhibitor 0,1 mg kg-1 ikan + oodev 1 mL kg-1 ikan). AI dapat menghambat sintesis E2 sehingga dapat meningkatkan konsentrsi T yang dapat mempercepat perubahan kelamin menjadi jantan. Namun, pada ikan kerapu sunu yang diuji menunjukkan penghambatan modulasi E tidak serta merta mengarah pada peningkatan T, namun masih perlu induksi hormon gonadotropin eksternal untuk meningkatkan metabolisme gonad.Ikan kerapu sunu dalam kondisi budidaya cenderung mengalami gangguan perkembangan reproduksi, dikarenakan sinyal lingkungan untuk perkembangan reproduksi secara alami cenderung tidak diperoleh dalam wadah budidaya.

 

Profil Histologi Gonad Kerapu Sunu (P. leopardus)

Hasil histologi gonad menunjukkan bahwa tahap perkembangan ikan kerapu sunu terdiri atas fase betina, fase interseks dan fase jantan. Pada gonad betina, tingkat perkembangan gonad menunjukkan variasi oosit mulai dari tingkat satu hingga tiga. Pada gonad interseks, terdapat oosit stadia awal dan testis sudah mulai berkembang lebih dari 50%-nya. Pada gonad jantan, sudah didominasi pertumbuhan testis. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa induksi hormon aromatase inhibitor dan oodev pada perlakuan O dan AO2 memberikan dampak terhadap perubahan gonad menjadi jantan dengan proporsi masing-masing 50% dan 100%. Sementara itu, pada kontrol serta perlakuan A dan AO1 hanya memberikan dampak perubahan peralihan gonad betina menjadi jantan (intersex) dengan proporsi yang sama yaitu masing-masing 50%. Berdasarkan analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata (P>0,05). Namun demikian, ada kecenderungan bahwa peluang perubahan menjadi jantan pada perlakuan AO2 lebih besar daripada perlakuan yang lain yaitu  kali; sementara itu, pada perlakuan O memberikan peluang perubahan sebesar satu kali. Pada perlakuan kontrol, A dan AO1 memberikan peluang perubahan gonad interseks sebesar masing-masing satu kali. Hasil analisis histologi gonad calon induk kerapu sunu menunjukkan perkembangan gonad ikan kerapu sunu memiliki tahapan perkembangan sel yang berbeda atau asynchronous. Ikan kerapu sunu bersifat multiplespawner atau memijah beberapa kali pada musim pemijahan ( Ferreira, 1995). Beberapa ikan kemungkinan sudah mulai berubah menjadi jantan secara alami. Ikan kerapu sunu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan calon induk kerapu sunu yang belum pernah matang gonad walaupun secara ukuran seharusnya sudah memijah.

 

Ekspresi Gen yang Terkait dengan Reproduksi

Ekspresi gen yang terkait dengan reproduksi pada kerapu sunu P. leopardus, diamati dalam penelitian ini dengan menggunakan target gen DMRT1 dan SOX3 untuk mengekspresikan profil gonad ikan kerapu sunu. Kelipatan ekspresi gen terkait reproduksi pada kerapu sunu yang diinduksi hormon aromatase inhibitor dan oodev dengan konsentrasi berbeda Ekspresi gen terkait reproduksi yang ditunjukkan dengan target gen SOX3 (vitellogenesis) terlihat adanya peningkatan kelipatan ekspresi pada semua perlakuan induksi hormon dibandingkan kontrol. Pengamatan secara molekular perkembangan gonad dan perubahan kelamin ikan kerapu sunu yang diberi perlakuan hormon, dilakukan terhadap ekspresi gen-gen yang terkait reproduksi jantan dan betina, yaitu DMRT1 yang memiliki peranan dalam spermatogenesis, Sox3 yang terkait dengan vitellogenesis. Nilai ekspresi gen DMRT1 pada perlakuan AO2, ikan yang sudah berubah menjadi jantan, menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai ekspresi yang tinggi dibanding perlakuan lain maupun kontrol, yaitu masing-masing 5,63. Pada ekspresi gen SOX3 yang terkait oogenesis, nilai ekspresi cenderung merata dengan nilai ekspresi tertinggi pada perlakuan AO2 yang sudah berubah menjadi jantan, sedangkan pada kontrol dan perlakuan AO1 jauh lebih rendah. Nilai ekspresi DMRT1 terekspresi di semua perlakuan karena terdapat ikan yang mulai berubah mejadi jantan secara alami. Menurut Xia et al. (2007), DMRT1 hanya terekspresi pada saat gonad mulai berubah menjadi testis dan tidak terekspresi pada gonad betina Epinephelus coioides. SOX3 terekspresi pada proses vitel l ogenesis, namun pada perlakuan AO2 yang sepenuhnya jantan SOX3 terekspresi lebih tinggi dibanding perlakuan lain. Nampaknya, induksi hormon pada ikan kerapu sunu dapat mengekspresikan peran gen DMRT1 dan SOX3 sebagai pengkode dalam perkembangan dan pematangan gonad jantan. Hal ini sesuai dengan peranan DMRT1 dan SOX3 pada black porgy Acanthopagrus schlegeli yang menunjukkan ekspresi maksimal pada gonad jantan yang mulai matang (Shin et al., 2009). Induksi hormonal dengan kombinasi AI dan oodev dengan dosis yang tepat terbukti mampu secara efektif dan efisien menginduksi proses perubahan kelamin dari betina menjadi jantan pada calon induk kerapu sunu. Pengaruh terapi hormonal ini telah mempercepat perubahan kelamin betina menjadi jantan dengan tingkat kematangan gonad yang memasuki fase matang gonad. Hal ini terlihat dari hasil histologi yang menunjukkan dihasilkannya spermatozoa dalam gonad.

 

DAFTARPUSTAKA

Akbar, F., Sudrajat, A.O., & Subaidah, S. (2015). Kualitas sperma induk Litopenaeus vannamei yang disuntik PMSG dan antidopamin. Jurnal Akuakultur Indonesia, 14(2), 98-103.

Ankley, G.T., Kahl, M.D., Jensen, K.M., Hornung, M.W., Korte, J.J., Makynen, E.A., & Leino, R.L. (2002).

Evaluation of the aromatase inhibitor Fadrozole in a short-term reproduction assay with the fatted minnow (Pimephales promelas). Toxicological Sciences, 67, 121-130.

Bhandari, R.M., Higa, M., Nakamura, S., & Nakamura, M. (2004). Aromatase inhibitor induces complete sex change in the protogynous honeycomb grouper (Epinephelus merra). Molecular Reproduction and Development Journa, l(67), 303–307.

Devlin, R.H., & Nagahama, Y. (2002). Review article: sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences. Aquaculture, 208, 191–364.

Farastuti, E.R., Sudrajat, A.O., & Gustiano, R. (2014). Induksi ovulasi dan pemijahan ikan soro (Tor soro) menggunakan kombinasi hormon. Limnotek, 21(1), 87-94.

Ferreira, B.P. (1995). Reproduction of the common coral trout Plectropomus leopardus from the central and northern Great Barrier Reef. Bulletin of Marine Science, 56(2), 653-669.

Frisch, A. (2004). Sex-change and gonadal steroids in sequentially-hermaphroditic teleost fish. Reviews in Fish Biology and Fisheries, 14, 481-499.

Haemstra, P.C., & Randal, J.E. (1993). Groupers of the World. FAO Species Catalogue, 16, 292-293.

Haryanti, Muzaki, A., Sembiring, S.B.M., Fahrudin, Permana, I G.N., & Wardana, I K. (2014). The effect of probiotic on immunity improvement in the fry and spawner production of pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Indonesian Aquaculture Journal, 9(2), 133-146.

Hayakawa, Y., Morita, T., Kitamura, W., Kanda, S., Banba, A., Nagaya, H., Hotta, K., & Sohn, Y.C. (2008). Biological activities of single-chain goldfish follicle-stimulating hormon and luteinizing hormone. Aquaculture, 274, 408-415.

Hafez, E.S.E., Jainudeen, M.R., & Rosnina, Y. (2000). Hormones, growth factors, and reproduction. 7th Ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins. Reproduction in farm animals, p. 33-54.

Landu, A., & Asni. (2014). Penanggulangan dampak ilegal fishing ikan kerapu sunu Plectropomus leopardus di perairan Kabupaten Kolaka. Phinisi, 10(1), 19-23.

Longenecker, K., & Langston, R. (2016). The Jungle Histology Atlas of Gonad Stages in Coral-Reef Fishes. Pacific Biological Survey. Hawaii (US), Bishop Museum. Mylonas, C.C., Fostier, A., & Zanuy, S. ( 2010). Broodstock management and hormonal manipulations of fish reproduction. Genera and Comparative Endocrinology,165,516-534.

Nainggolan, A., Sudrajat, A.O., Utomo, B.Y., & Harris, E. (2014). Ovarian maturation inasian catfish (Clarias sp.) by combination oodev and nutrition addition Spirulina plantesis. IJSBAR, 15(1), 54-58.

Popesku, J.T., Martyniuk, C.J., Denslow, N.D., & Trudeau, V.L. (2010). Rapid dopaminergic modulation of the fish hypothalamic transcriptome and proteome. Plos One, 5(8), e12338.

Reading, B.J., & Sullivan, C.V. (2011). The reproductive organs and process: Vitellogenesis in fishes. Encyclopedia of Fish Physiology, 635-646.

Sembiring, S.B.M., Priyono, A., Hutapea, J.H., & Setiadharma, T. (2013). Determinasi jenis kelamin ikan kerapu sunu (Plectropomus leopardus) dengan uji serologi. Jurnal Riset Akuakultur, 8(2), 181-189.

Shin, H.S., An, K.W., Park, M.S., Jeong, M.H., & Choi, C.Y. (2009). Quantitative mRNA expression of sox3 and DMRT1 during sex reversal, and expression profile after GnRHa administration in black porgy, Acanthopagrus schlegeli. Comparative Biochemistry and Physiology Part B, 154, 150-156.

 

Xia, W., Zhou, L., Yao, B., Li, C.J., & Gui, J.F. (2007). Differential and spermatogenic cell-spesific expression of  DMRT1 during sex reversal  in protogynous hermaphroditic groupers. Molecular and Cellular Endocrinology, 263, 156-172.

 

Sumber: Hirmawan Tirta Yudha, Agus Oman Sudrajat, Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan, dan Haryanti Institut Pertanian Bogor

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top