Indonesia menjadi peringkat pertama eksportir produk breaded shrimp (olahan udang) ke pasar Amerika Serikat

Udang merupakan salahsatu komoditas ekspor perikanan yang terkena dampak cukup minim pada masa pandemic ini. Sempat terhambat masalah pengiriman atau logistic pada awal masa pandemi kini alur distribusi perdagangan udang dunia berangsur normal kembali.

Dari sisi daya serap konsumen atau pasar terbilang hanya terjadi sedikit pelemahan, khususnya untuk produk mentahnya. Semantara untuk produk siap saji (ready to cook/ready toeat) justru terjadi peningkatan permintaan yang cukup signiikan. Hal ini karena preferensi konsumen yang bergeser untuk makan di rumah karena takut atau dilarang makan di luar menyesuaikan kondisi pandemi yang masih terjadi di beberapa negara hingga saat ini.

Data ekspor udang Indonesia pada 2020 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Walaupun pasar food service (restaurant, café dan catering) mengalami penurunan yang drastis akibat pandemic Covid19, namun eksportir udang di Indonesia mampu melakukan switching (peralihan) ke pasar retail luar negeri sehingga nilai ekspor udang olahan Indonesia telah naik sekitar 35 % di 2020.

Komoditas udang mengambil porsi sekitar 40 % dari total nilai ekspor perikanan Indonesia. Saat ini Indonesia telah menjadi peringkat pertama eksporter produk breaded shrimp (olahan udang) ke pasar Amerika Serikat (AS), setelah ekspornya meningkat 2 kali lipat pada 2020. Hal tersebut merupakan peningkatan yang luar biasa mengingat pada 2019 Indonesia masih berada pada peringkat ke 4 eksporter breaded shrimp ke Amerika Serikat.

Sebuah pencapaian yang terbilang di luar dugaan dan Indone sia sebagai salah satu negara produsen udang dunia membuktikan bisa mengisi peluang pasar produk olahan tersebut. Lalu apa kita berhenti sampai di situ, tentu saja seharusnya tidak. Selain pasar udang AS sebagai pasar udanga ekspor Indosia ini yang terus berkembang permintaannya, pasar udang di belahan negara lain pun terus berkembang.

Kita tentu saja tidak boleh menutup mata adanya peluang pasar udang yang menantang di negara lain. Data Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menunjukkan, estimasi perputaran pasar udang dunia pada tahun 2017 sekitar USD 39,1 miliar. Angka tersebut diprdiksi akan meningkat menjadi sekitar USD 67,5 miliar pada akhir tahun. Semantara market share (komposisi pasar) Indonesia hanya 4,3 %.

Lalu ada peluang pasar udang China. Total impor udang China (2019) sekitar 600 ribu MT, pada tahun 2025 diperkirakan 1 juta ton. Pasokan udang dari Indonesia (2019) 10,000 MT, hanya (< 2%) dari total impot udang China, masih sangat potensial digarap.

Market share udang di Jepang juga masih bisa dikembangkan (total 200 ribu MT per tahun, Indonesia hanya 16,3 %). Masih sangat terbuka untuk memperbesar pasar value added atau produk olahan bernilai tambah (selama ini ekspor ke Jepang masih dominan produk non value added atau produk mentah).Tak kalah menariknnya pasar udang negara-negara di Eropa. Market share ke EU (European Union) amat kecil (total rata-rata per tahun sekitar 650 ribu ton, Indonesia hanya sekitar 1,2 %).

Peluang pasar masih sangat terbuka lebar terutama untuk value added. Potensi pasar lainnya Korea Selatan, Rusia, Eropa timur, Amerika Selatan, Afrika Utara, serta Timur Tengah. Sederet peluang tersebut jelas harus menjadi target untuk kita isi. Mungkin sekarang kita belum punya kemampuan untuk mengisi pasar udang global sebesar itu, namun kita perlu menyusun strategi jitu agar target pasar tersebut bisa kita garap.

Peluang pasar udang global masih terbuka sangat lebar. Dengan kekompakan, strategi, dan langkah yang tepat kita bisa berbicara banyak di bisnis udang dunia. Sumber daya alam kita sangat mumpuni untuk bisa mendongkrak produksi udang nasional, bahkan untuk bisa menyaingi produksi udang India sekalipun.

Tapi dukungan faktor lain yang masih menjadi hambatan pencapaian tar get pening katan produksi seperti dukungan kebijakan terutama masalah penyederhanaan perizinan, penyediaan permodalan, dan pengadaan infrastruktur.

Jika hambatan-hambatan utama tersebut bisa dicarikan solusinya dalam waktu dekat, maka usaha budidaya udang akan berkembang secara otomatis. Pengusaha tidak perlu susah-suasah diajak investasi di bisnis ini, mereka akan berbondong-bondong menanam modal meski dengan segala risiko usaha ini. Semoga saja bisa terwujud kondisi ini, Aamiin.

sumber: www.trobosaqua.com (EDISI 111/TAHUN X/15 AGUSTUS – 14 SEPTEMBER 2021)

Scroll to Top