SHRIMP TALKS 2021: Dukungan Optimal Untuk Peningkatan Produksi Udang Vannamei

Bertempat di Komplek kampus Universitas Padjajaran (UNPAD), telah dilaksanakan diskusi interaktif dengan tema SHRIMP TALKS – mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi udang Vannamei hingga 250%. Diskusi ini dihadiri oleh seluruh stakeholder industri udang putih Litopenaeus vannamei dan dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Padjajaran, Prof. Dr. Rina Indiastuti dengan pembicara utama Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan, Ir. Sakti Wahyu Trenggono, MM. Dalam paparannya, Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan menuju peningkatan produksi udang nasional, salah satunya adalah melalui model produksi yang terukur dan efisien dalam format Shrimp Estate. Kemudian, upaya peningkatan produksi juga dilakukan melalui program revitalisasi tambak dan penyederhanaan ijin untuk kenyamanan investasi di sektor produksi udang Vannamei.

Prof. Rokhmin dan Dr. Romi Novriadi, M.Sc (Wakil Ketua MAI dan Anggota Tim Kerja KKP)
Prof. Rokhmin Dahuri dan Dr. Romi Novriadi, M.Sc (Wakil Ketua II MAI dan Anggota Tim Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Faktor pembeda dari model produksi Shrimp Estate dengan program sebelumnya adalah konsep pengembangan produksi dirancang untuk memperhatikan kondisi lingkungan dan keberlanjutan produksi, memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi biru untuk kesehatan laut dan melibatkan masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan. Di akhir paparan, Menteri Kelautan dan Perikanan mengajak seluruh akademisi, asosiasi dan stakeholder untuk bersama-sama dan saling bersinergi dalam membangun sektor produksi kelautan dan perikanan di Indonesia.

Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), melalui ketua umum, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri menyatakan dukungan yang optimal untuk program pemerintah diatas dan berharap komoditas udang Vannamei dapat menjadi salah satu komoditas kebanggaan Indonesia. Untuk mencapai peningkatan produksi dimaksud, jurus terbaik adalah dengan mempersiapkan dan mengaplikasikan teknologi yang terstandarisasi dari hulu hingga hilir sehingga produksi udang Vannamei menjadi satu sistem produksi yang berkelanjutan dan bersifat ramah lingkungan.

Harmonisasi Target 250%

Salah satu kunci keberhasilan sebuah target produksi adalah kepemilikan data yang akurat, valid dan dapat diterima oleh semua pihak. Saat ini ada beberapa versi tentang target 250%. Hal ini diterjemahkan menjadi target produksi 2 juta ton udang hingga akhir tahun 2024.

Sementara, Forum Udang Indonesia (FUI) berdasarkan data yang dimiliki, menterjemahkan target ini menjadi peningkatan produksi hingga 926 ribu ton di tahun 2024. Terjemahan tentang target peningkatan produksi ini juga dikhususkan untuk peningkatan volume ekspor udang Vannamei dari 207 ribu ton di tahun 2019 menjadi 518 ribu ton di tahun 2024. Terkait dengan aktivitas export, bila dibutuhkan 65% raw material lebih banyak, maka dibutuhkan peningkatan jumlah bahan baku udang dari 318,5 ribu ton di tahun 2019 menjadi 796,2 ribu ton di tahun 2024.

Masih dari FUI, target peningkatan produksi ini juga diterjemahkan menjadi peningkatan nilai ekspor udang sebanyak 250%, artinya di targetkan akan adanya pertambahan devisa dari US$ 1,7 Milyar di tahun 2019 menjadi US$ 4,25 Milyar di tahun 2024. Berdasarkan perbedaan mendasar untuk interpretasi target 250%, stakeholder menyarankan adanya harmonisasi data sehingga target peningkatan produksi dapat dipahami oleh semua pihak.

Aspek Sistem Produksi yang Efisien dan Efektif

Dikarenakan udang putih Litopenaeus vannamei merupakan udang introduksi yang berasal dari pantai pasifik barat Amerika latin, ketergantungan untuk tersedianya parent stock yang baik dan berkualitas dari negara asal masih cukup tinggi. Menurut FUI yang diwakili oleh Dr. Agus Somamihardja, untuk mencapai peningkatan produksi hingga 926 ribu ton di tahun 250%, dibutuhkan benur (post larvae-PL) yang siap ditebar ke tambak sebanyak ± 66 Milyar benur dengan jumlah pasang induk sebanyak 422 ribu pasang. Saat ini di Indonesia, dari ± 335 unit hatchery hanya dihasilkan sebanyak 40 – 45 Milyar benur. Artinya ada kekurangan sebanyak 11 – 16 Milyar benur yang harus dipenuhi untuk mencapai target produksi. Dari data sumber induk lokal dan Broodstock Multiplication Center, penambahan unit domestikasi induk dan hatchery yang representatif menjadi salah satu rekomendasi yang diberikan stakeholder ke Pemerintah.

Pakan saat ini masih menjadi komponen biaya produksi yang paling mahal (50 – 60 % dari variable cost) untuk pembesaran udang Vannamei. Dalam hal efisiensi produksi, tentu diharapkan adanya pakan yang lebih ekonomis namun masih mampu menyediakan kebutuhan spesifik nutrisi udang Vannamei. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri, terlebih bahwa harga pokok produksi udang di Indonesia sedikit lebih mahal dibandingkan India dan Ekuador yang menjadikan udang kita kurang kompetitif di pasar global. Menyadari bahwa bahan baku pakan udang sebahagian besar masih bergantung kepada pasokan luar negeri, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) yang disaksikan oleh Haris Muhtadi dan Deny Mulyono menandatangani nota kesepahaman dengan MAI dan UNPAD untuk melakukan kolaborasi research terkait penyediaan bahan baku lokal yang memiliki kualitas baik, harga yang kompetitif, dan mampu men-suplai industri pakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Masih terkait dengan sistem produksi, keberadaan sistem pemasukan air dan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang baik menjadi salah satu kesepakatan dalam event SHRIMP TALKS 2021. Keberadaan sistem pemasukan air dan IPAL ini direkomendasikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem produksi udang Intensif. Tujuan keberadaan instalasi ini, selain untuk mempertahankan kondisi optimal kualtas air untuk mendukung pertumbuhan udang, juga untuk minimalisasi penegluaran limbah dari unit produksi yang dapat menjadi substrat bagi organisme patogen untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan minimalisasi limbah organik ini juga menjadi perhatian utama oleh Ronnie Tan dari US Grains Council yang menawarkan penggunaan Double Distiller’s Grain Solubles (DDGS) sebagai bahan baku alternatif terbaik dan ekonomis yang dapat digunakan dalam formukasi pakan dengan tujuan akhir untuk mereduksi limbah organik, khususnya limbah nitrogen melalui pakan. Lebih lanjut, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Dr. Yudi Nurul Ihsan menekankan pentingnya kolaborasi aktif untuk menjembatani keinginan industri dan road map riset di Universitas. Penandatanganan nota kesepahaman adalah awal yang baik untuk produksi pakan berkelanjutan, namun diperlukan dukungan stakeholder lainnya untuk mendukung komponen produksi lainnya, seperti ketersediaan Sumberdaya manusia yang terampil dan professional. Untuk mencapai tujuan ini, UNPAD telah menyediakan lembaga-lembaga pelatihan khusus di sektor kelautan dan perikanan dan mulai memasukkan program unggulan pemerintah di sektor

ini sebagai bagian dari kurikulum mata kuliah pendidikan. Last but not least, Ir. Budhi Wibowo selaku ketua asosiasi produsen pengolahan dan pemasaran produk perikanan Indonesia sekaligus ketua FUI merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pemerintah harus mempermudah perijinan dari 21 – 23 perijinan yang harus dipersiapkan untuk memulai usaha menjadi 3 – 4 perijinan, diantaranya: izin lokasi, izin lingkungan, izin usaha perikanan, dan badan usaha seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) yang didapatkan melalui Online Single Submission.
  2. Selain program Shrimp estate, pengembangan tambak tradisional (ekstensif) juga bisa dijadikan fokus untuk mendukung peningkatan produksi. Ditambah lagi, keterlibatan masyarakat akan lebih meratakan kesejahteraan perekonomian masyarakat
  3. Pilot project yang dikembangkan hendaknya dapat juga diaplikasikan oleh masyarakat
  4. Sebaiknya pilot project bisa diarahkan kepada konversi lahan tambak ekstensif atau semi- intensif menjadi sebuah sistem produksi intensif untuk meningkatkan produktivitas sebuah unit produksi

Inovasi Sistem Produksi Vannamei

Di sesi kedua, pembicara yang dihadirkan secara umum adalah inovator dan produsen produk pendukung industri udang Vannamei. Menarik melihat bagaimana BASF mengembangkan energy terbarukan melalui penggunaan cahaya matahari yang disimpan dalam baterai sebagai distributor energy. Konsep ini di klaim mampu mereduksi secara signifikan biaya per KWh selama masa produksi. Selanjutnya teknologi pakan terbarukan juga dipaparkan oleh Anwar Hasan dari Cargill Nutrition dan Thamaz Quillantang dari SANTEH FEED Corporation. Dari hasil paparan dapat diambil kesimpulan bahwa efektifitas sebuah sistem produksi akan dapat dicapai melalui keterlibatan teknologi.

sumber: Dr. Romi Novriadi, M.Sc (Wakil Ketua II MAI dan Anggota Tim Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Scroll to Top