SPESIES BULU BABI (Echinoidea) DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN BANGKA TENGAH PROVINSI BANGKA BELITUNG

SPESIES BULU BABI (Echinoidea) DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN BANGKA TENGAH PROVINSI BANGKA BELITUNG

  1. Pendahuluan

Echinodermata merupakan salah satu biota yang berasosiasi kuat dengan ekosistem padang lamun dan berperan dalam siklus rantai makanan di ekosistem tersebut. Tingginya tutupan vegetasi lamun di perairan memungkinkan kehadiran berbagai biota yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun termasuk bulu babi untuk mencari makan, tempat hidup, memijah dan tempat berlindung untuk menghindari predator (Supono dan Arbi, 2010: 331). Bulu babi umumnya hewan nocturnal atau aktif di malam hari, sepanjang siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada malam hari untuk mencari makanan (Zakaria, 2013: 384). Bulu babi di padang lamun bisa hidup soliter atau hidup mengelompok, tergantung kepada jenis dan habitatnya misalnya, jenis Diadema setosum, D. antillarum, Tripneustes gratilla, T.ventricosus, Lytechinus variegatus, Temnopleurus toreumaticus dan Strongylocentrotus spp. cenderung hidup mengelompok, sedangkan jenis Mespilia globulus, Toxopneustes pileolus, Pseudoboletia maculata, dan Echinothric diadema cenderung hidup menyendiri (Aziz, 1994: 36).

Di Indonesia beberapa jenis bulu babi yang belum pernah dilaporkan, sehingga penting dilakukan penelitian ini. Diadema, Tripneustes, Toxopneustes, Echinotrix, Echinometra, Temmopleurus, Mespilia dan Salmacis (Aziz dan Darsono, 2000: 90). Bulu babi jenis Echinometra mathaei memiliki tingkat kepadatan yang rendah, karena jenis ini umumnya hidup bersembunyi atau meliang di dalam lubang bongkahan karang atau batu (Supono dan Arbi, 2011: 338). Gonad bulu babi dari marga-marga tersebut telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai bahan makanan, salah satunya yaitu D. setosum (Aziz, 1993: 66; Radjab, 1998: 338) dan dapat dijadikan sebagai bahan uji toksikologi lingkungan (Lasut dkk., 2002: 18; Takei dkk., 2014: 227).

Selain itu, jenis-jenis seperti Asthenosoma, D. setosum, Salmacis sphaeroides, Toxopneustes pileolus dan Tripneustes gratilla menghasilkan peditoxin, bahan bioaktif yang berguna dalam bidang farmasi (Rahman dkk., 2014: 45). Pulau Panjang merupakan salah satu pulau yang terletak di Kabupaten Bangka Tengah, Propinsi Bangka Belitung. Di pulau ini masih ditemukan ekosistem lamun dan rataan terumbu karang yang cukup baik yang berperan penting dalam proses siklus hidup organisme laut, seperti sebagai habitat, tempat tinggal, asuhan dan sumber makanan, salah satunya bagi bulu babi, akan tetapi sampai saat ini, informasi E mengenai bulu babi yang berada di pulau ini

 

  1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, jaring, ember plastik, kamera digital, kamera underwater, meteran, pinset besar, tali raffia, alat snorkeling, alat tulis, botol spesimen, termometer raksa dan salinometer.

Sedangkan bahan yang akan dipakai adalah alkohol 70%, sarung tangan, masker, kertas pH dan kertas label. Teknik pengambilan sampel dilakukan pada lokasi dimana bulu babi tersebut ditemukan dengan menggunakan petak tunggal ukuran 50 x 50 meter dan terdiri dari plot-plot berukuran 5 x 5 meter, yang terbuat dari tali plastik. Petak diletakan dari daerah surut terendah ke arah laut dengan mengikuti kontur rataan terumbu karang. Data yang diambil adalah jumlah individu dan jenis. Semua sampel yang didapatkan dihitung, dicatat dan diidentifikasi.

Identifikasi spesies langsung di lapangan dengan mengacu kepada Jeng (1998) dan Yusron (2006). Beberapa faktor lingkungan seperti suhu, pH, kecerahan, kedalaman dan salinitas juga diukur. survei. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016 di perairan Pulau Panjang Kabupaten Bangka Tengah Propinsi Bangka Belitung dan identifikasi sampel langsung di lapangan. Data yang sudah didapatkan kemudian akan dianalisis dengan cara mendeskripsikan bulu babi yang sudah diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dengan mengacu kepada sumber acuan Jeng (1998) dan Yusron (2010).

 

  1. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa total bulu babi ditemukan sebanyak 868 individu yang terdiri dari 1 ordo, 1 famili, 2 genus dan 2 spesies, yaitu Diadema setosum dan Echinothrix calamaris.

 

  1. Diadema setosum (Leske, 1778). D. setosum (Leske, 1778): Halaman 148,. Jeng (1998). D. setosum (Leske, 1778): Halaman 306. Yusron (2010).

Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Echinoidea

Ordo : Diadematoida

Famili : Diadematidae

Genus : Diadema

Spesies : Diadema setosum

 

Deskripsi: Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa bulu babi D. setosum memiliki tubuh berwarna hitam, memiliki warna orange dan kebiruan, bentuk tubuh pipih, memiliki duri yang panjang dan tajam yang berfungsi sebagai alat gerak dan pelindung dari serangan predator. Hal ini sesuai dengan Jeng (1998: 143) menyatakan bahwa bulu babi jenis D. setosum terkenal memiliki duri yang panjang, tajam dan rapuh, hidup pada daerah yang umumnya mempunyai substrat berpasir atau kerikil di sekitar terumbu karang. Spesies ini dikenal di seluruh wilayah indo-Pasifik.

 

  1. Echinothrix calamaris (Pallas, 1774) E. calamaris (Pallas, 1774). Jeng (1998). E. calamaris (Pallas, 1774): Halaman 306, Gambar 6. Yusron (2010).

Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Echinoidea

Ordo : Diadematoida

Famili : Diadematidae

Genus : Echinothrix

Spesies : Echinothrix calamaris

 

 

Deskripsi: Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa bulu babi E. calamaris memiliki tubuh berwarna putih polos dan cokelat belangbelang, memiliki duri yang tebal yang berfungsi sebagai alat gerak dan pelindung dari serangan predator Hal ini sesuai dengan Jeng (1998: 143) menyatakan bahwa bulu babi jenis E. calamaris memiliki sejumlah pola warna pada bagian duri dan spesies ini terkenal dari Polinesia ke laut merah dan pantai timur Afrika.

 

Spesies bulu babi (Echinoidea) yang ditemukan di perairan Pulau Panjang

1 Diadema setosum

2 Echinothrix calamaris

 

Keseluruhan jenis yang ditemukan adalah dua jenis. Pada stasiun 1, jumlah spesies yang terbesar dari jenis D. setosum dengan dengan jumlah 158 individu dan diikuti oleh jenis E. Calamaris individu. Kemudian untuk stasiun 3, jumlah spesies yang terbesar dari jenis D. setosum dan pada stasiun ini hanya jenis D. setosum saja yang ditemukan, yaitu dengan jumlah 219 individu, selanjutnya stasiun 4, jumlah spesies yang terbesar juga dari jenis D. setosum dengan jumlah 208 individu dan diikuti oleh jenis E. calamaris dengan jumlah 25 individu. Jumlah keseluruhan bulu babi jenis D. setosum adalah sebanyak 828 individu dan jenis E. calamaris sebanyak 40 individu, jumlah keseluruhannya yaitu 868 individu bulu babi.

Tingkat kehadiran spesies pada keseluruhan stasiun di urutkan dari yang paling banyak ditemukan adalah sebagai berikut: D. setosum (4 stasiun) dan E. calamaris (3 stasiun). Spesies yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah D. setosum sebanyak 828 individu. Hal ini disebabkan oleh lingkungan perairan dan kondisi habitatnya cocok untuk kehidupan spesies ini, 4 dari 4 stasiun penelitian memiliki substrat berupa pasir dan terumbu karang yang merupakan habitat yang disukai oleh spesies ini. Aziz (1993: 31) menyatakan bahwa bulu babi jenis D. setosum pada umumnya menghuni ekosistem terumbu karang dan padang lamun serta menyukai substrat yang agak keras terutama substrat di padang lamun yang merupakan campuran dari pasir dan pecahan terumbu karang.

Thamrin dkk. (2011: 46) menambahkan D. setosum umunya ditemui bersembunyi di bawah atau celah-celah terumbu karang dan daerah rocky shore atau daerah lamun. Kemudian Aziz (1996: 36) juga menyatakan D. setosum menempati padang lamun dan dapat hidup berkelompok. Perairan pulau panjang merupakan perairan yang jernih sehingga bulu babi umumnya jenis D. setosum banyak ditemukan pada perairan ini. Thamrin dkk. (2011: 46) menyatakan bahwa bulu babi lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang.

Pada lokasi penelitian, D. setosum banyak ditemukan pada berbagai zona di terumbu karang antara lain ditemukan pada zona pasir, zona lamun sampai daerah tubir, sama halnya dengan penelitian Zakaria (2013: 384) dimana pada lokasi penelitian D. setosum banyak ditemukan pada berbagai zona di terumbu karang antara lain ditemukan pada zona pasir, zona pertumbuhan alga, zona lamun sampai daerah tubir dimana zona penyebarannya lebih banyak dibandingkan dengan bulu babi jenis yang lain. D. setosum berukuran kecil banyak ditemukan pada daerah karang mati yang dekat dengan dengan jumlah 1 individu. Untuk stasiun 2, jumlah spesies yang terbesar adalah bulu babi jenis D. setosum dengan jumlah 243 individu dan diikuti oleh jenis E. calamaris dengan jumlah 14 daerah pasang surut, sedangkan yang dewasanya banyak ditemukan pada daerah tubir karena pada daerah ini lubang-lubang karang lebih besar.

Spesies yang paling sedikit ditemukan adalah E. calamaris sebanyak 40 individu yang ditemukan pada 3 stasiun yaitu stasiun 1, 2 dan 4. Hal ini dikarenakan stasiun 1, 2 dan 4 berada pada daerah terumbu karang yang dekat dengan daerah tubir dan bulu babi jenis E. calamaris hidupnya bersembunyi di bawah karang, untuk menghindari predator sehingga di saat penelitian jumlah spesies ini sedikit tercuplik di dalam plot penelitian.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mustaqim dkk. (2013: 66) yang menyatakan bahwa bulu babi jenis E. calamaris dapat ditemukan pada daerah rataan terumbu karang dan daerah tubir. Gooding dan Ponder (1978: 160) menyatakan bahwa bulu babi jenis E. calamaris ditemukan pada sisi karang dan daerah tubir pada bagian timur pantai Wakiki. Takabayasi dkk. (2007: 3) menyatakan bahwa bulu babi jenis E. calamaris muncul dalam kelompok campuran dan memanfatkan terumbu karang dan daerah tubir sebagai habitatnya. Bulu babi jenis ini memiliki jumlah lebih rendah dari jenis D. setosum, selanjutnya bulu babi jenis ini ditemukan hidup sendirisendiri, namun ada juga ditemukan hidup berkelompok pada beberapa tempat. Bulu babi yang ditemukan pada lokasi penelitian ini umumnya hidup secara soliter atau mengelompok terutama jenis D. setosum. Zakaria (2013: 384) menyatakan bahwa bulu babi jenis D. setosum suka hidup mengelompok dan sering berada di perairan sedikit terbuka.

Pada lokasi penelitian masyarakat umumnya bekerja sebagai nelayan, mereka mengenal bulu babi dengan nama “janik” pemanfaatan kedua jenis bulu babi ini oleh masyarakat di sekitar perairan pulau panjang yaitu sebagai bahan makanan, bahan makanannya adalah gonad dari bulu babi tersebut, beberapa orang dari masyarakat di sekitar pulau mengatakan bahwa mereka sangat suka mengkonsumsi bulu babi karena memiliki rasa yang enak untuk dimakan.

Aziz (1993: 66) menyatakan gonad bulu babi telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai bahan makanan. Hasil pengukuran fisika-kimia perairan Pulau Panjang masih dalam kondisi yang baik untuk kehidupan bulu babi.

 

  1. Suhu

Suhu terlihat bahwa suhu perairan di Pulau Panjang berkisar antara 28oC31oC, suhu tertinggi diperoleh pada pengambilan sampel di stasiun 1 dan stasiun 4 yaitu 29oC-31oC dan suhu terendah pada pengambilan sampel di stasiun 2 dan 3. Hal ini menunjukkan kondisi suhu tidak stabil karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya seperti intensitas cahaya matahari atau kondisi cuaca pada saat pelaksanaan penelitian di lapangan. Budiman dkk. (2014: 98) menyatakan bahwa suhu 28-32oC termasuk kondisi baik bagi bulu babi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran suhu yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. Salinitas

Salinitas perairan pada lokasi pelaksanaan penelitian berkisar antara 34-35‰. Hutauruk (2009: 39) menyatakan nilai salinitas 34-35‰ masih tergolong normal untuk kehidupan bulu babi. Zakaria (2013: 386) menambahkan bahwa salinitas perairan sebesar 34-35‰ masih layak untuk kehidupan bulu babi (Echinoidea). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran salinitas yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. Kecerahan

Kecerahan pada lokasi penelitian didapatkan hingga ke dasar perairan yaitu 3,5-4 meter. De Ridder dkk. (1989: 161) menyatakan bahwa kecerahan perairan antara 0-20 m, merupakan kondisi yang baik bagi bulu babi. Budiman dkk. (2014: 98) menyatakan kecerahan 3-5 m sudah termasuk kondisi yang mendukung pertumbuhan bulu babi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran kecerahan yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. pH

pH perairan pada lokasi pelaksanaan penelitian yaitu 8,0. Zakaria (2013: 386) menyatakan bahwa pH 7,0-8,5 merupakan taraf toleransi hidup yang baik bagi bulu babi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran pH yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. Kedalaman

Kedalaman perairan pada lokasi penelitian berkisar antara 3,5-4 m. Kedalaman antara 2-45 m masih termasuk kondisi yang baik bagi bulu babi di kawasan indo-pacifik Hawaii. Bulu babi dapat ditemui mulai dari daerah pasang surut sampai kedalaman 10 m (Aziz, 1994: 36). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kisaran kedalaman yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. Substrat

Substrat perairan pada lokasi penelitian berupa karang, berpasir dan lamun. Suryanti dan Ruswahyuni (2014: 66) menyatakan bahwa bulu babi (Echinoidea) secara umum ditemukan pada habitat rataan terumbu karang, pasir berbatu, batu berpasir dan daerah lamun. Budiman dkk. (2014: 99) menyatakan bahwa pada daerah terumbu karang terdapat kepadatan yang tinggi bulu babi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa substrat yang berada pada lokasi penelitian tersebut mampu mendukung kehidupan bulu babi.

 

  1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa total bulu babi yang ditemukan sebanyak 868 individu yang terdiri dari 1 ordo, 1 famili, 2 genus dan 2 spesies, yaitu Diadema setosum dan Echinothrix calamaris. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah bulu babi jenis D. setosum sebanyak 828 individu. Spesies yang paling sedikit ditemukan adalah E. calamaris sebanyak 40 individu.

 

  1. Referensi

Aziz, A. 1993. Beberapa Catatan Tentang Perikanan Bulu Babi. Oseana 18(2): 65- 75.

. 1994. Tingkah Laku Bulu Babi di Padang Lamun. Oseana 19(4): 35-43.

Aziz, A. dan P. Darsono. 2000. Komunitas Fauna Ekinodermata di Pulau-Pulau          Seribu Bagian Utara. Pesisir dan Pantai Indonesia IV: 87-98.

Budiman, C.C., D.Y Katili., M.L.D. Langoy, dan P.V. Maabat. 2014. Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online 3(2): 97-101

De Ridder, C., M. Jangoux., M.C. Lahaye dan P. Dubois. 1989. Echinoderm Research. Procedding of the Secon European Conference on Echinoderms Brussel. Balkema Rotterdam. pp. 343.

Gooding, R.U. dan W.F. Ponder. 1978. Four New Eulimid Gastropods Associated With Shallo-Water Diadematid Echinoids in the Western Pacific. Pacific Science 32(2): 157-181.

Hutahuruk, E.L. 2009. Studi Keanekaragaman Echinodermata di Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Medan.

Jeng, M.S. 1998. Shallow-Water Echinoderms of Taiping Island in the South China Sea. Zoological Studies 37(2): 137-153.

Lasut, M.T., D.A. Sumilat dan D.T. Arbie. 2002. Pengaruh Konsentrasi Sublethal Diazinon 60 EC Terhadap Perkembangan Awal Embrio Bulu Babi Echinometra Mathaei. Ekoton 2(1): 17-24.

Mustaqim, M., Ruswahyuni dan Suryanti. 2013. Kelimpahan Jenis Bulu Babi (Echinoidea, Leske 1778) di Daratan dan Tubir Terumbu Karang di Perairan Sijago-Jago, Tapanuli Tengah. Jurnal of Marques 2(4): 61-70.

Radjab, A.W. 1998. Percobaan Pemijahan dan Pemeliharaan Larva Bulu Babi Tripneustes Gratilla (Linnaeus) Skala Laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Kelautan-II. UNHAS-LIPI. Ujung Pandang.

Rahman, M.A., A. Arshad dan F.Md Yusoff. 2014. Sea Urchins (Echinodermata: Echinoidea): Their Biology, Culture dnd Bioactive Compounds. International Conference on Agricultural, Ecological and Medical Sciences (AEMS-2014) July 3-4 2014 London (United Kingdom).

Supono dan U.Y. Arbi. 2010. Jenis-jenis Ekinodermata di Padang Lamun Perairan Kema, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 36(3): 329-341.

Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) pada Ekosistem Karang dan Lamun di Pancuran Belakang, Karimunjawa Jepara. Jurnal Saintek Perikanan 10(1): 62-67.

Takabayassi, M., H. Jessop dan M. Demaentanon. 2007. Sea Urchin Herbivory In Hawaiian Shallow Water Ecosystem. HCRI Project Report: 1-7.

Takei, M., H. Nakagawa., A. Kimura dan K. Endo. 1991. A Toxic Substance from the Sea Urchin Toxopneustes pileolus Induces Histamine Release from Rat Peritoneal Mast Cells. Inflammation Research 32(3- 4): 224-228.

Thamrin, Y.J. Setiawan dan S.H. Siregar. 2011. Analisis Kepadatan Bulu Babi Diadema setosum pada Kondisi Terumbu Karang Berbeda di Desa Mapur Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan 5(1): 45-53.

Yusron, E. dan Susetiono. 2010. Diversitas Fauna Ekhinodermata di Perairan TernateMaluku Utara. Oseanologi dan Limnology di Indonesia 36(3): 293-307.

Zakaria, I.J. 2013. Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat. Prosiding SEMIRATA FMIPA Universitas Lampung. Lampung

 

Sumber dari Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasir Pengaraian, Siti Aisyah Lubis(1), Arief Anthonius Purnama(2), Rofiza Yolanda(2)

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top